Galau Damri

Damri, kurang lebih seperti ini wujud usangnya. Sumber
Bismillahirrahmanirrahiim..
"Menghabiskan perjalanan bersama sang kebisuan. Meski derit gesekan besi usang dan riuh rendah penumpang lain ramai bersahutan. Di sini, sepi."
Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 5 April kemarin, ketika saya pulang dari Gramedia Merdeka banyak kejadian galau hingga akhirnya saya sebut hari galau damri seumur hidup (lebay). Sekitar pukul 15.30 WIB saya pun mensegerakan untuk pulang. Dari jalan Merdeka sampai Cileunyi memang sangat jauh jaraknya. Pada waktu itu saya hanya ingat kalau pulang harus dapat Damri di Kebon Kalapa. Akhirnya saya naik angkot jurusan Dago - Kalapa sampai di Kebon Kalapa. Meskipun pada akhirnya saya baru ingat kalau ada alternatif jalur angkutan yang lain.

Setelah angkot yang saya tumpangi hampir dekat ke terminal Kebon Kalapa, saya pun siap-siap segera turun, namun lagi-lagi saya lupa kalau dia tidak berhenti di dekat shelter Damri. Alhasil saya pun harus jalan kaki agak jauh untuk sampai di shelter. Tak apa, olah raga, lumayan.

Saat sampai di shelter, ternyata Damri yang siap berangkat itu Damri yang belum diremajakan alias usang. Tak apa, asal selamat sampai tujuan. Akhirnya saya sigap menaiki Damri tersebut. Masih belum penuh penumpang, tapi penuh sampah berceceran di lantainya. Ok, tak apa, nikmati saja Irma. Lalu saya mengambil kursi di baris kedua dekat pintu.

Tak menunggu lama akhirnya sang Damri pun berangkat. Ini Damri memang benar-benar sudah tua, besi-besinya pun sudah usang, karat dimana-mana, suara mesin berderu memekakan telinga. Jangan ditanya bagaimana stir dan dashboard-nya. Sepertinya ini Damri sisa-sisa jaman kolonial. Ongkosnya memang murah hanya Rp. 4000 dari Kebon Kalapa sampai Tanjung Sari. Bagaimana tak menjadi primadona khalayak ramai? Transportasi massal yang melewati 1 kota dan 2 kabupaten ini memang layak diminati. Namun, sudah tak layak pakai! Bagaimana atuh Perum Damri?

Hari itu, kegalauan saya belum berakhir. Sore merupakan waktu untuk terjebak macet di tengah-tengah kota Bandung. Kecepatan Damri yang bisa dihitung dengan jari pun menambah panjang lama perjalanan. Tak apa, toh saya tak sedang ditunggu siapa-siapa. Kalau kata orang Sunda "ditampi kalayan kabingahan". Damri memang transportasi yang tak kalah maruk dalam hal menampung penumpang. Mau duduk, mau dempetan, mau berdiri, mau gelantungan pun asalkan masih bisa masuk, ayo angkut.

Akhirnya, Damri yang sudah terjebak di antara ratusan kendaraan itu pun penuh sesak dengan cepatnya. Riuh rendah para penumpang yang duduk bersama keluarga, sahabat atau tetangganya pun bersahutan bersama suara deru mesin dan rintihan besi tua yang bergesekan. Saya, menikmati perjalanan ini bersama sepi yang terasa (ngeneeeeeees... hahahahaa..). Tak lama kemudian datanglah pengamen, ok tak apa asalkan suaranya bagus, nyanyinya ok, bisa saya nikmati. Tapi dugaan saya salah! Masalah lagu tak saya permasalahkan, namun suara yang disenandungkan benar-benar sudah membuat batas kegalauan saya menjadi beribu kali lipat hingga tak bisa saya pungkiri bahwa saya memang sakit kepala. Nada kemana, suara kemana, lirik kemana, lafalnya kemana. Ngenesnya lagi, dia bernyanyi 4 lagu.

Hari itu, galau damri saya perfecto! Berhasil mengantarkan saya dari jalan Merdeka sampai Cileunyi dengan ditutup sebuah seruan kondektur "Ibu, turun dimana?" Ok, se-ibu-ibu-kah tampang saya? Rasanya ingin langsung lompat dari Damri, kemudian berenang bersama paus antartika. Galau Damri, galau segalau-galaunya. Bagaimana dengan pengalaman menarik kawan blogger jika menggunakan transportasi publik? Share yuk!

17 komentar:

  1. saya mah udah sering begitu di metro mini atau kopaja.. bu :p

    bahkan lebih ekstrim pengamennya, sesaknya juga kondisi kendaraannya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya itu lebih parah ya kondisi kopaja atau metro mini. Kalau di sini yang gitu ada, semacam metro mini juga, jalannya kayak keong :D
      Kalau pengamen sih sepertinya ga ekstrim-ekstrim amat, cuma ya itu kadang malah bukan menghibur. hehehe..

      Hapus
    2. hahaa... jadi kudu kumaha atuh ieu teh.. susah banget ya pengen nyaman di angkutan umum teh... :D

      Hapus
    3. Iya Rif, susaaah. Apalagi kalau menyangkut keamanan. Hiii.. Di kota-kota besar mah udah ngeri. Bukannya kita ga mau naek angkutan umum, tapi pilih-pilih lah agar nyaman dan aman :)

      Hapus
  2. Suka deg-degan teh klu aku naek damri kalapa-tj sari yg udah uzur, jalan raya jd transparan krena bisa keliatan dr dlm bisnya, terus suka ngebayangin ban damri satu2 copot dan onderdir berseliweran kmana-mana pas dijalanin..hehhe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi.. Eh ternyata ada dea :)
      Iya, damri kan seperti akuarium de, semua terlihat dari dalam keluar maupun sebaliknya :D
      Beneeeer, suka takut tiba-tiba damri yang sudah uzur itu ambrol di tengah jalan. ahhahaa..

      Hapus
  3. Teh irmaa.... apa kabar bu? #eh
    pita juga sering naik damri dari leuwi panjang hingga ledeng. wuuuh sekali sebenarnya, apalagi kalau tidak ada tempat duduk bersisa..

    anyway,, ituloh galau damrinya membuat terbahak. hhaa
    semangat teh!! move on dari damrinya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kabar baik, nak Pita :P
      Nah itu yang leuwi panjang - ledeng juga paraaaaah, terus yang leuwi panjang - dago apalagi, ancuuuurrrr.. Masa ada kursi sampai ditambal, harusnya untuk 3 orang, bisa muat didempet jadi 4 orang. Terus ada kursi panjang di tengah-tengah lagi, hahahahhahhaa..

      Iya kalo dipikir-pikir konyol, tapi pas kejadian rasanya pusing 10 keliling. hehehhe..

      Hapus
  4. Galaunya seru juga ya kak..
    Hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe.. Iya seru beeeeuuuudd. Sampe terbayang-bayang sampe sekarang, Zahra :D

      Hapus
  5. Irma liat damri mu jadi ingat Jatinangor..
    pagi" buta dari rumah biar ga ketinggalan kuliah pagi..
    aih DAMRI memang menyimpan seribu cerita buat penggunanya..terutama mahasiswa UNPAD Jatinangor dommisili bandung >.<

    Eh salam sama kondekturnya #halah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe.. Saya bisa merasakan kerinduan Kang Adi terhadap Damri :D
      Iya Kang, buat temen2 yg kuliah di Unpad Jatinangor dan tinggalnya di Bandung pasti Damri DU-Jatinangor itu jadi favorite. Apalagi kalau harus kuliah pagi, masuk jam 8.

      Hahaha.. Nanti kalau ketemu sama Bapak Kondekturnya disalamin dari Kang Adi :P

      Hapus
  6. kalo lagi ga' bawa banyak barang, naik tranportasi publik bawaannya asik. kadang meskipun berjubel, kendaraannya reot, saya bisa menikmatinya. Sampai saat ini yang paling asik menurut saya naik kereta. sayangnya kereta ekonomi mau dihapuskan ya?

    >>usul: fontnya jangan pink dong. redup. tambah minus nih mata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Usul diterima, oke siaaappp :)

      Iya kalau ga lagi ribet pasti asik naik angkutan umum. Cuma kadang situasi dan kondisi mental juga menetukan keasyikan itu sendiri. Hehehe.. Wah, saya belum pernah naik keretaaaaa :(
      Makanya pengen banget naik kereta. Masa udah mau dihapuskan aja tu kereta ekonomi? Ah sedihnya.

      Hapus
  7. hahahaha. . .itulah fasilitas umum yang masih bisa diberikan oleh negara
    kita bu. . .tapi dinikmati saja, yang penting selamat sampai tujuan. .:)

    BalasHapus
  8. Terus ada kursi panjang di tengah-tengah lagi, hahahahhahhaa..

    BalasHapus
  9. haha lagi galau di tambah denger pengamen yang nyanyinya amburadul,,hhe tambah ngenes pastinya :)

    BalasHapus

Hai kawan-kawan, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan berkomentar di pendopo langit ini ^_^


up