Rumput dan Cahaya (photosnap by me) |
Bismillahirrahmanirrahiim..
Sudah lama tidak menenggelamkan kata-kata kemudian menghanyutkannya
menjadi kalimat di aliran sungai ini. Terkadang diam itu tidak selalu berubah
menjadi emas, namun menjelma menjadi batu yang lapuk karena usia. Seperti
itulah hasil diam saya selama ini. Terlalu banyak waktu yang terbuang entah
menguap menjadi apa. Menyesal? Pasti.
Diiringi alunan melodi piano dari Yiruma – Love Me, saya mencoba
menjujurkan diri untuk menulis. Hari ini, di sini. Luapan rasa yang -entah-
saya pun tak tahu seperti apa jenis rasa itu, saya biarkan membludak begitu
saja. Sesekali diam. Benar kata orang, bernafas di dalam lumpur itu sulit dan
sesak, sekarang saya sedang merasakannya. Perlahan tapi pasti, jika saya
seperti ini terus, perlahan-lahan saya akan menghancurkan kehidupan saya
sedikit demi sedikit. Innalillahi..
Ibu, Bapak...
Terima kasih.
Untuk tiap helai daun harapan yang kalian tumbuhkan pada pohon ini.
Untuk tiap tapak kaki yang kalian jejakkan di jalan ini.
Untuk tiap senyum yang kalian sematkan kemarin, hari ini, besok, dan
selamanya.
Untuk tiap doa yang terlantun di sudut sujud kalian.
Untuk tiap sentuhan tangan yang selalu bisa memberi kekuatan.
Untuk tiap kata penyemangat yang mengalun tiada henti.
Ibu, Bapak...
Maaf. Maaf. Maaf.
Untuk tiap daun harapan yang tergugur sebelum waktunya.
Untuk tiap langkah angkuh.
Untuk tiap acuh yang meng-ego.
Untuk tiap dosa hina yang tak tahu malu.
Untuk tiap kesalahan yang mengerdilkan.
Untuk tiap kata menyesakkan dada.
Ibu, Bapak...
Terima kasih. Terima kasih. Terima kasih.
Untuk kehidupan yang kalian bimbing selama ini.
Maaf. Maaf. Maaf.
Untuk sehelai daun harapan yang mengering.
AKU KANGEN NGE-BLOG, KANGEN MERECOKI BLOG KAWAN-KAWAN, KANGEN BLOGNYA DIRECOKI KAWAN-KAWAN JUGA. KANGEN BLOGWALKING :')
Luluh hati ini membaca tulisan ini.. suka! :)
BalasHapuskarena itu, aku hanya akan diam jika semua baik2 saja
Wah hatur nuhun Kang Aan, sudah suka :D
HapusKenapa harus diam, jika semua baik-baik saja? *masih mikir*
sudah ditunggu recokannya nih :)...
BalasHapusserasa bugar, membaca tulisan yang reflektif ini...
Terima kasih :)
HapusInsya Allah nanti direcoki balik.
he chidir Amirullah, namanya menyebut Tuhan tapi kelakuan bejat,kafir tukang zina,dia adalah pezinah
HapusTuhan nggak akan diam chidir,dasar pezina laknat kau chidir
Hapusapapun yang terjadi, ayo bangkit ir!
BalasHapussiram lagi akarnya, agar rumput harapan itu kembali menghijau :))
Sepertinya memang harus disiram akarnya, biar hijau lagi :)
Hapusbanyak yg hiatus ya....tetap smangat
BalasHapusIyaaa Uty, hiatus merajalela.
HapusBagus kata-katanya terutama narasi pembukanya ;)
BalasHapusWah iya kah? Terima kasih :)
HapusKak Irmaaa, ayo semangat kak :)
BalasHapusTerus berjuang kak, sampai bertemu di Bandung dengan cerita indah kita masing2
^__________^
Terus berjuang!
HapusSampai ketemu juga di Bandung ;)
menyesal? kamu terlalu muda untuk itu teh :)
BalasHapusSukaaaa.. Terhenyak saya membacanya :D
Hapusibu...bapak...
BalasHapusT_T
Don't cry, don't be sad :)
Hapusmerasa tersentil dan bikin nangis, nice post :)
BalasHapusapapun masalahnya semngat ya kakak :)
Iya makasi dek ;)
Hapus*bighug*
Diam telah membuatku kita berkhianat pada waktu. Ditunggu tulisan-tulisan lainnya kaka, aku seneng bisa mampir disini
BalasHapusYup, penghianat waktu, duh sulitnya mengelola waktu :)
Hapusterhanyut hati ini saat membacanya^_^
BalasHapuswaaaaah.. sebegitunya. hhehe.. makasi.
HapusHmm.. sama. Kangen ngeblog dan blogwalking juga :)
BalasHapusBtw Mbak, ada award nih buat Mbak, cek di sini ya --> http://ordinary212.blogspot.com/2012/09/the-liebster-award.html :D
maaf baru cek, nanti diambil awardnya :)
Hapusmakasi yaaa..
kata orang bijak, daun mengering itu dah takdirnya, so spt harapan jika lalu pun kan bertumbuh yg baru :)
BalasHapusjadi pada intinya tumbuhkan harapan baru ya?
Hapuswah menginspirasi. makasiii ;)